TEMANGGUNG, Kantor Wilayah kementrian Hukum dan HAM Provinsi Jawa Tengah
mengadakan penyuluhan hukum bertujuan mewujudkan masyarakat cerdas hukum Selasa (
9/5 ) di Home Stay Karang Tumaritis Manding Temanggung . Penyuluhan dibuka oleh asisten
Pemerintahan Suyono dihadiri pejabat dari Kanwil KemenhukHAM Jateng dan pejabat terkait.
Asisten Pemerintahan Suyono dalam sambutannya mengatakan,Kegiatan ini
dilaksanakan sebagai upaya membangun budaya sadar dan cerdas hokum dalam rangka
mengimbangi lajupembangunan substansi dan struktur hukum.Kegiatanini diharapkan dapat
merumuskan peran pendidikan, pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkan masyarakat
sadar dan cerdas hokum sejak usia dini. Hal ini berangkat dari pemahaman bersama bahwa
membentuk kesadaran hokum dalam masyarakat bukanlah sesuatu yang instan sifatnya, tetapi
merupakan suatu proses yang berkesinambungan dan membutuhkan waktu lama.
“ Kenyataan yang tengah terjadi kini kesadaran hukum di Indonesia khususnya di daerah
semakin menurun, hukum yang telah dibuat hanya sekedar catatan yang dibukukan, tidak
adanya sikap tegas para penegak hokum sendiri menyebabkan pelanggaran hokum semakin
marak., kian akut bahkan membudaya.” Ujarnya
Penyuluhan menghadirkan 3 orang nara sumber, Widya darai Kanwil Kementrian Hukum
dan HAM Jateng mengetengahkan materi bantuan hukum untuk warga miskin yang
mengatakan bahwa pemohon Bantuan Hukum mengajukan permohonan Bantuan Hukum
secara tertulis kepada Pemberi Bantuan Hukum dengan syarat Mengajukan permohonan secara
tertulis yang berisi paling sedikit identitas Pemohon Bantuan Hukum dan uraian singkat
mengenai pokok persoalan yang dimohonkan Bantuan Hukum. Disamping itu menyerahkan
dokumen yang berkenaan dengan Perkara; dan melampirkan surat keterangan miskin dari
Lurah, Kepala Desa, atau pejabat yang setingkat di tempat tinggal Pemohon Bantuan Hukum.
“ Sedang Pemberian Bantuan Hukum dilaksanakan oleh Pemberi Bantuan Hukum, yang
harus memenuhi syarat berbadan hukum,terakreditasi,memiliki kantor atau sekretariat yang
tetap, memiliki pengurus; dan memiliki program Bantuan Hukum” tandasnya
Nara sumber Setyawati juga dari Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Jateng
menyampaikan materi intoleransi yang mengatakan intoleransi adalah suatu kondisi jika suatu
kelompok (misalnya masyarakat, kelompok agama, atau kelompok non-agama) secara spesik
menolak untuk menoleransi praktik-praktik, para penganut, atau kepercayaan yang
berlandaskan agama, suku, ras, maupun kepentingan golongan lainnya. Kata intoleransi
mencerminkan adanya saling membenci, saling tidak memahami, Iri hati, tidak mau mengalah,
merasa bahwa faham/kelompok mereka paling benar; serta mementingkan kepentingan
golongan. Selain itu kepentingan partai politik di Indonesia, Kepentingan idealisme komunitas
yang memaksakan kehendaknya sendiri.
“ Menjadikan suatu perbedaan sebagai suatu Rahmat yang berasal dari Tuhan sehingga
dapat melengkapi satu sama lain. Perbedaan jika disatukan maka akan memperkuat sendi-sendi
hukum, ekonomi, sosial, politik, budaya, pertahanan & keamanan Negara” katanya
Nara sumber lain Ivana jaksa peradilan anak kejaksaan negeri Temanggung
memaparkan materi Peran Kejaksaan Dalam Penanganan Tindak Pidana Anak mengemukakan,
bahwa yang dimaksud dengan “ anak “ menurut undang- undang nomor No. 35 thn 2014
tentang Perubahan atas undang-undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. anak
adalah seorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan
.Pasal 2 Diversi berlaku terhadap anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun tetapi belum
berumur 18 (delapan belas) tahun .
Diutarakan , contoh-contoh perkara anak yang berhadapan dengan hukum dan anak
sebagai korban, diantaranya adalah : pasal 76 D jo pasal 81 ayat (1) Undang-undang RI No. 35
thn 2014 tentang Perubahan atas undang-undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak= melakukan persetubuhan terhadap anak dibawah umur dengan melakukan kekerasan
atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan
orang lain semua ancaman hukuman persetubuhan dan pencabulan terhadap anak dibawah
umur adalah 5 (lima) tahun dan maksimal 15 (lima belas) tahun, namun bisa ditambah sepertiga
hukuman maksimal apabila dilakukan oleh orang terdekat, anggota keluarga, orang tua, tokoh
agama, tokoh masyarakat, dll
“ Dalam KUHP diatur dalam pasal 292 KUHP pencabulan yang dilakukan sesama
kelamin/sesama jenis dengan ancaman maksimal 5 (lima) tahun. Oleh karena itu diminta
kepadawarga masyarakat diminta taat hukum jangan sampai melakukan pelanggaran
seksualitaskepada anak “ pintanya. ( Hms/ Eedy Laks )